Warga Tanjung Ditolak Sekolah di SMAN 1 Tanjung Hanya Karena Yatim Piatu

0



Lombok Utara  — Sebuah tindakan kontroversial terjadi dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMA Negeri 1 Tanjung, Kabupaten Lombok Utara. Seorang calon siswa berinisial B diduga ditolak pendaftarannya hanya karena tercatat sebagai “Cucu” dalam Kartu Keluarga (KK), meskipun telah tinggal bersama kakek-neneknya secara sah setelah orang tuanya meninggal dunia (3/7/2025)


Penolakan ini menuai sorotan publik dan dinilai bertentangan dengan ketentuan resmi dari SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru) Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam petunjuk teknis yang diterbitkan SPMB NTB, status hubungan keluarga seperti Anak Kandung, Cucu, maupun Famili Lain secara tegas diperbolehkan untuk mendaftar melalui jalur domisili, dengan perbedaan hanya pada urutan prioritas seleksi, bukan sebagai dasar diskualifikasi.


“Ini jelas bentuk pengabaian terhadap regulasi. Status cucu bukan alasan untuk menolak anak mendaftar. Yang seharusnya dilakukan sekolah adalah memproses pendaftaran dan menilai berdasarkan jarak domisili serta prioritas hubungan keluarga sesuai ketentuan, jadi semua anak berhak untuk diterima sekolah sekalipun dia yatim piatu, jangan patahkan semangat anak untuk sekolah. ujar Eva Lestari, S.H., praktisi hukum dan pemerhati pendidikan NTB.



Lebih memprihatinkan, calon siswa tersebut adalah anak yatim yang telah tinggal bersama kakek-neneknya sejak kecil dan secara administratif telah masuk dalam KK mereka. Tindakan penolakan ini pun dianggap tidak manusiawi dan melukai rasa keadilan sosial, terutama di tengah upaya pemerintah daerah memperluas akses pendidikan secara merata.


Pihak keluarga berencana mengajukan keberatan resmi kepada Dinas Pendidikan Provinsi NTB dan Panitia SPMB. Jika tidak mendapat respon, tidak tertutup kemungkinan langkah hukum atau pelaporan ke Ombudsman akan ditempuh.


“Sekolah negeri bukan milik segelintir elit birokrasi. Sekolah dan seluruh fasilitas negara adalah milik rakyat. Jangan jadikan administrasi sebagai senjata diskriminatif,” tegas Eva.


Masyarakat berharap Dinas Pendidikan dan pihak sekolah segera mengevaluasi kebijakan serta memberikan klarifikasi atas kejadian ini. Karena setiap anak, apapun status hubungan dalam KK-nya, berhak mendapatkan akses pendidikan yang adil dan bermartabat.

Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)