NTB - Para Peserta Seleksi Calon Anggota Komisi Informasi Provinsi NTB hari ini menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menggabungkan dan menyerahkan Surat Keberatan kepada Tim Seleksi, sekaligus mengajukan permohonan penundaan pelaksanaan Uji Kelayakan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) kepada Pimpinan DPRD Provinsi NTB.
Langkah ini diambil bukan semata-mata karena kepentingan personal atau kelompok peserta, melainkan sebagai tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memastikan bahwa proses seleksi jabatan publik berjalan secara transparan, akuntabel, bebas intervensi politik, dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku ujar Kuasa Hukum Peserta Seleksi, Muh. Erry Satriyawan SH, MH, CPCLE dan Junaidi, S.H.
Keberatan ini kami ajukan setelah menemukan sejumlah indikasi pelanggaran prosedural dan penyimpangan prinsip independensi seleksi, yang apabila dibiarkan berpotensi kuat mencederai legitimasi Komisi Informasi sebagai lembaga publik yang harus netral dan bebas kepentingan politik. Salah satu isu mendasar adalah keikutsertaan peserta yang masih berstatus sebagai pengurus/anggota partai politik atau bahkan calon legislatif, namun tetap dinyatakan lolos hingga ke tahap 15 besar.
Meskipun Tim Seleksi berargumen bahwa hal tersebut diperbolehkan karena tidak ada aturannya selama peserta menandatangani surat pernyataan bersedia mengundurkan diri dari badan public dan menyamakan posisi partai politik adalah badan public, padahal disisi lain seluruh peserta diminta menandatangi Surat Pernyataan tidka aktif baik Sebagai pengurus maupun anggota parpol selama 5 tahun terkahir, ini sangat kontradiktif.
Selain itu, kami juga menolak argumentasi Tim Seleksi yang beralasan bahwa tidak diumumkannya psikotes, dinamika kelompok dapat dibenarkan dengan dalih tidak ada kewajiban eksplisit dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 4 Tahun 2016. Padahal jelas diatur ketentuan pasal 15 ayat (3) Psikotes dan dinamika kelompok dilakukan dalam waktu 1 (satu) hari kerja dan diumumkan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah mendapat hasil tes potensi sedikitnya pada 2 (dua) media massa elektronik selama 3 (tiga) hari berturut-turut.
Kami juga menemukan adanya ketidakhadiran salah satu anggota Tim Seleksi pada sebagian sesi wawancara, yang kemudian dijelaskan bahwa nilai akan disesuaikan dengan jumlah penguji yang hadir. Penjelasan tersebut tidak relevan dan tidak memulihkan keadilan proses, karena standar penilaian menjadi berbeda antar peserta. Komposisi penguji dalam wawancara adalah bagian dari instrumen objektivitas, sehingga perubahan komposisi merupakan cacat prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf c UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang dapat menjadi dasar pembatalan keputusan hasil seleksi.
Bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Komisi Informasi Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi Dan Penetapan Anggota Komisi Informasi, Bagian Ketujuh Tahap Wawancara Pasal 16 ayat (2) Wawancara dilakukan oleh seluruh anggota Tim Seleksi dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak dilaksanakannya psikotes dan dinamika kelompok. Justru menjadikan dasar Peraturan Komisi Informasi Nomor 4 Tahun 2016 pasal 5 ayat (3) yang berbunyi “Rapat Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Informasi Provinsi atau Komisi Informasi Kabupaten atau Kota sah apabila dihadiri sedikitnya oleh 4 (empat) orang anggota yang dibuktikan dengan daftar hadir”. Lebih tegas lagi dalam pasal 5 ayat (5) yang menyatakan “Keputusan Tim Seleksi calon anggota Komisi Informasi Provinsi atau Komisi Informasi Kabupaten atau Kota sah apabila disetujui oleh sedikitnya 3 (tiga) orang anggota yang hadir”.
Proses wawancara dengan Rapat Tim jelas ruang yang berbeda. Dari sini kita melihat betapa lemahnya pemahaman tim pansel dalam penguasaan aturan
Diakhir kami memepertegas bahwa Permintaan ini bukan bertujuan untuk memperlambat atau mengganggu proses kelembagaan, melainkan justru untuk menjaga kehormatan, kredibilitas, dan independensi Komisi Informasi sebagai lembaga penegak keterbukaan informasi.
Kami menegaskan bahwa apabila keberatan ini tidak ditindaklanjuti, maka kami akan menempuh langkah hukum, termasuk Pengaduan Maladministrasi ke Ombudsman RI Perwakilan NTB, dan Gugatan Tata Usaha Negara (PTUN) atas proses ini nantinya. Sikap ini kami tempuh bukan untuk memenangkan siapa pun, tetapi untuk menjaga marwah demokrasi, supremasi hukum, dan hak publik atas lembaga informasi yang independen dan bebas intervensi kepentingan.


