Lombok Utara, 27 Mei 2025 — Sengketa hak atas tanah kembali mencuat di Gili Air, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.
Eva Lestari, S.H., kuasa hukum dari salah satu ahli waris sah, menyatakan akan menempuh upaya hukum untuk mempertahankan hak-hak keperdataan kliennya atas tanah warisan seluas 6.800 meter persegi.
Menurut keterangan Eva Lestari, kliennya merupakan ahli waris dari almarhum Waksiang, yang memiliki hak atas tanah tersebut berdasarkan Surat Keterangan Tanah tahun 1975. Selain itu, klien masih tercatat sebagai wajib pajak aktif atas objek tanah tersebut, yang dibuktikan dengan pembayaran SPPT terakhir pada bulan Maret 2025.
Namun, sejak tahun 2008, tanah tersebut telah bersertifikat atas nama pihak lain, yakni Widiastuty, dan pada tahun 2015 telah berganti menjadi atas nama Perintis Gunawan, dengan total luas lahan yang membengkak menjadi lebih dari 1 hektare.
Pada hari ini, Eva Lestari menerima informasi bahwa SPPT atas nama kliennya akan dibatalkan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Lombok Utara tanpa mengetahui seluk-beluk atas perkara sengketa hukum secara detail tersebut.
Atas perihal kebijakan yang dikeluarkan tersebut, Eva menegaskan bahwa putusan pidana tidak menghapus hak keperdataan seseorang, apalagi jika hak tersebut bersumber dari hubungan hukum waris yang sah dan didukung oleh bukti administratif yang valid.
"Kami akan mengambil langkah hukum yang diperlukan, termasuk gugatan perdata atau keberatan administratif, untuk melindungi hak-hak keperdataan klien kami. Tidak ada satu pun putusan perdata yang menyatakan bahwa hak waris klien kami gugur," tegas Eva Lestari.
Di sisi lain, pihak lawan dalam perkara ini diketahui menunjuk Lombok Law Firm sebagai kuasa hukum mereka. Dengan adanya perbedaan klaim kepemilikan ini, sengketa tanah tersebut diprediksi akan terus bergulir dan menjadi perhatian, mengingat lokasi tanah berada di kawasan strategis dan bernilai tinggi secara ekonomi di wilayah pariwisata Gili Air.
Eva Lestari mengimbau semua pihak untuk menghormati asas kepastian hukum dan menunggu hasil penyelesaian perkara ini melalui jalur hukum yang berlaku.
Eva juga meminta kepada Bapenda Kabupaten Lombok Utara tidak cepat mengeluarkan kebijakan tanpa melihat sisi hukum sebenarnya. Hal ini bisa menyeret juga jajaran Bapenda yang tak memahami kasus hukum, karena pidana dan perdata itu dua ranah yang berbeda.